Juli 12, 2009

Adonara Barat Belum Mau Jadi Kabupaten

LARANTUKA,PK---Permintaan masyarakat di Pulau Adonara agar Adonara menjadi daerah otonomi (kabupaten) pisah dari Kabupaten Flores Timur (Flotim) terus mengemuka. Namun, sebagian kecil masyarakat Adonara Barat belum menghendaki hal itu. Sementara dari sejumlah persyaratan, Adonara sudah memenuhi syarat untuk dimekarkan menjadi kabupaten.

Wakil Ketua DPRD Flotim, Markus Suban Bethan yang ditemui di ruang kerjanya, Jumat (29/5/2009), mengatakan, aspirasi masyarakat Adonara sejak lama sudah disampaikan ke DPRD Flotim dan dengan aspirasi itu DPRD telah mengeluarkan keputusan dan diteruskan kepada pemerintah untuk dilakukan kajian teknis. Adonara, katanya, dari berbagai segi sudah layak dimekarkan jadi kabupaten.

"Dari hasil kajian lapangan bersama UGM disampaikan bahwa Adonara bisa dimekarkan tapi bukan sekarang, masih menunggu tiga hingga empat tahun lalu. Dan alasan lainnya, yakni masih ada masyarakat di Kecamatan Adonara Barat yang belum setuju," kata Markus.

Dengan hasil kajian ini, kata Markus, dewan dan pemerintah menerima surat dari Mendagri yang isinya bahwa propinsi, kabupaten, kecamatan, lurah dan desa yang hendak dimekarkan harus menunggu selesai pelaksanaan Pilpres.

"Dengan adanya surat itu kami pending. Namun karena aspirasi masyarakat terus mencuat sehingga DPRD kembali membentuk panitia khusus (pansus) yang bertugas mensosialisasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2007 tentang pemekaran propinsi, kabupaten, desa, kelurahan kepada masyarakat. Apalagi dalam aturan baru harus ada persetujuan dari badan pemerintahan desa," jelasnya.

Ia mengakui, pansus DPRD telah melakukan sosialisasi selama beberapa pekan dan deadlinenya pada 16 Juni 2009. Jika Pansus sudah selesai maka akan digelar rapat untuk menetapkan keputusan dewan. "Pansus DPRD sudah bekerja dan pada tanggal 16 Juni akan diketahui hasilnya dalam pembahasan di dewan. Jika sudah dibahas maka bisa dibuat keputusan DPRD atas hasil kerja pansus," tambahnya.

Tentang hambatan Adonara menjadi kabupaten, dia mengakui tidak ada hambatan. "Sebenarnya tidak ada hambatan. Mungkin soal kajian teknis UGM bahwa Adonara otonom tiga atau empat tahun lagi. Tapi ini kembali kepada aspirasi masyarakat karena saat ini aspirasi masyarakat cukup kuat untuk pulau itu menjadi otonom. Kalaupun ada kecamatan yang belum mau tapi banyak kecamatan mau Adonara otonom," tegasnya.

"Forum Pembentukan Adonara Kabupaten (FPAK) sudah bertemu Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan gubernur sudah memberi syarat persetujuan karena tuntutan pemekaran semata-mata untuk mendekatkan pelayanan. (*)

Sumber: Pos Kupang
<http://www.pos-kupang.com/index.php?speak=i&content=file_detail&jenis=16&idnya=28424&detailnya=1>

TEPIN TANA TADON

Leron pito hiko doan, ribhun pulo pia Kiwang Lama Doan dano Loba Lama Lewa, mai buka pita sina, ti ma’an kame pana pai. Hari lema gela lela, rathun lema hia Ekan Lama Lela dano Lewa Liwu Raya, mai balok aran Jawa, ti ma’an kame gawe haka. Weli mai weli uma sika tukan, inak ata ruran puken, na’anek keru dano baki, na’an gatiro ana na nabe jadi tali. Haka mai teti lango losen lolon, binek ata hoi lolon, na’anek wai dano selan, naan heluro bai na nabe sura lekat.
Tekan dike weli uma sika tukan, tekan tao pigan sina, diinak ata ruran puken, nai koda amet, tekan tao kero utan. Tenu sare rae lango losen lolon, tenu liwo makok Jawa, dibinek ata hoi lolon, nai kirin marin, tenu liwo sason baron. Nuba go ata nuba nulan, nuba go mete tobu bangku, ti nuba go ata ola take murek naen, ti bekel ake pate oneke. Nara go ata nara baran, nara go mete pehen pena, ti nara dibelura kuran, ti holat ake helu yoneke. Pi reron hena wa, lera lau seran gere, go guti leik lodo pana, pana peken inak ata ruran puken irae uma sika tukan, nai tobo mete tani mayan. Pi reron he wa, seni weli goran tawan, go semu limak lodo gawe, gawe tulin binek ata hoi lolon, irae lango losen lolon, nai pae mete hutan toen. Pana pai dase mu, ti tena tabe gili wua, papa me mo’on lewo tobo, papa ke moon laran pana. Gawe haka natan mu, ti naot tabe bolak malu, lola me moon tana pae, lola ke moon ewa gawe. Lera weli seran gere, lodo ke moon butu bua, mai sedan ole lagadoni, wutuken oleh Lewotobi, mai sedan saphekem lai sina jawa. Seni lau goran tawan, lodo ke moon bayo dayon, mai gawe wura watopeni, wakonen wura wailebe. Sedan saphekem bo lau tana Jawa, mai gute tutu ama belen pulo kae, budhike dike sumsera Lewo Kiwan Lama Doan dano Loba Lama Lewa. Pai, koda pupuro taan tou sama wua weli wayak. Pai, kirin boitro menoi sama malu weli sepen. (Salam, Kopong ata budi dike)

Kerajaan Adonara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Posisi Adonara di Kepulauan Nusa Tenggara Timur.

Kerajaan Adonara adalah kerajaan yang terletak di pulau pegunungan berapi yang bernama pulau Adonara di Kepulauan Sunda Kecil. Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1650.

Menurut sejarah lokal, keturunan dari raja-raja Adonara ini adalah termasuk:

Pulau Adonara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Adonara, terlihat dari Pesawat ulang-alik, 1983. Terlihat letusan Gunung Berapi Ili Boleng.

Adonara adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara, yakni di sebelah timur Pulau Flores. Luas wilayahnya 509 km², dan titik tertingginya 1.676 m. Pulau ini dibatasi oleh Laut Flores di sebelah utara, Selat Solor di selatan (memisahkan dengan Pulau Solor), serta Selat Lowotobi di barat (memisahkan dengan Pulau Flores.

Secara administratif, Pulau Adonara termasuk wilayah Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Adonara merupakan satu diantara dua pulau utama pada kepulauan di wilayah Kabupaten Flores Timur.

Adonara dahulu merupakan sebuah kerajaan yang didirikan pada tahun 1650.

Secara umum, masyarakat di pulau Adonara bertani. karena kondisi geografisnya..pertanian disini adalah pertanian lahan kering. Hasil utama dari pertanian ini yaitu..jagung, ubi atau singkong serta tanaman perkebunan seperti kelapa, tembakau, vanili, coklat dan cengkeh.

Peta Kepulauan Nusa Tenggara Timur, termasuk Adonara.

Pulau Adonara merupakan bagian dari Kabupaten Flores Timur dengan ibukota kabupaten yaitu Larantuka. Kabupaten Flores Timur sendiri terdiri dari 3 bagian yaitu Flores Daratan (ujung timur pulau Flores), Pulau Adonara dan Pulau Solor. Pulau Adonara terdiri dari 6 kecamatan, yaitu :

  • Kecamatan Adonara Timur
  • Kecamatan Adonara Barat
  • Kecamatan Klubagolit
  • Kecamatan Witihama
  • Kecamatan Watan Ulumado
  • Kecamatan Ile Boleng

Selain sistem pemerintahan negara, di Adonara juga terdapat sistem pemerintahan berdasarkan suku. Di dalam sebuah suku terdapat seorang kepala suku. Selain kepala suku, ada juga sekelompok masyarakat yang turut berperan dalam sistem pemerintahan adat yaitu kaum bangsawan atau dalam bahasa Lamaholot disebut Ata Kebelen.

Kepala suku memegang peranan dalam hal upacara adat, menjatuhkan sanksi adat, dan hal-hal lain yang lebih bersifat spiritual. Sedangkan para Ata Kebelen biasanya memegang tampuk kekuasaan pemerintahan (seperti kepala dusun, kepala desa, lurah atau camat). Di antara keduanya terjalin hubungan yang baik dan tidak saling melangkahi kewenangan masing-masing.

Adonara Layak Jadi Kabupaten

Tuesday, 17 June 2008 21:57
Membaca berita harian lokal Pos Kupang, yang berjudul “UGM Kaji Pembentukan Kabupaten Adonara” (Pos Kupang, 10 April 2008) mengisyaratkan penulis bahwa Adonara memang pantas dikaji oleh UGM. Dari 114 proposal pemekaran yang diajukan oleh kabupaten induk untuk dimekarkan di Indonesia,

dua terpilih untuk layak dikaji, yakni pemekaran di Kabupaten Puncak Jaya Wijaya, Provinsi Papua, dan Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Terseleksinya kedua kabupaten tersebut, bukan karena persoalan kebetulan tetapi memang kedua kabupaten yang akan dimekarkan tersebut layak secara administrasi berdasarkan proposal yang dikirim, kata ketua Tim pengkaji Drs. Cornelis Lay, M.A, ketika melakukan kegiatan pengkajian tahap awal pada tanggal 9 April 2008 di ruangan serba guna Kantor Camat Adonara Timur Flores Timur.

Tim UGM, yang diawaki oleh 5 (lima) pengkaji yakni Dr. Purwosantoso, M.A, Drs. Cornelis Lay, M.A, Dra. Ratnawati, S.U, Wawan Mas’udi, S.IP, MPA dan Nova Dona Bayo, SIP telah menunjukkan keprofesionalan dalam mengkaji Adonara. Kemiskinan, isolasi dan konflik. Sebagai tiga pisau analisis mereka. Pengkajian terhadap aspek kemiskinan dengan melihat beberapa indikator, seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik di 8 kecamatan yang berada di Pulau Adonara maupun Kabupaten Flores Timur secara keselurahan.

Selain indikator kemiskinan berupa PAD dan PDRB, terdapat juga indikator Sumber Daya Alam dan Manusia dan berbagai indikator berdasarkan pemenuhan kebutuhan primer, sekunder dan tersier masyarakat dan berbagai potensi yang dapat diprediksi untuk dikembangkan dalam membangun Flores Timur ke depan umumnya dan Adonara pada khususnya.

Aspek kajian yang kedua, adalah isolasi, yang dapat dibedakan dalam kerangka konseptual yakni isolasi secara fisik berupa infrastruktur dan isolasi sosial. Aspek kajian ketiga adalah konflik, stigma yang dibangun oleh para peneliti bahwa Adonara adalah The Island Murder, Pulau pembunuh.

Atau secara sederhana adalah pulau penuh konflik (terinspirasi dari Paul Arndt seorang Antropolog etnografi), sebuah pertanyaan mendasar adalah apakah realitas berbicara demikian? Atau apakah refrensi yang dibaca oleh para pengkaji sama dengan realitas saat ini? Kalau memang dikenal pelabelan “banyak konflik, kira-kira konflik apa yang terbanyak, serta bagaimana menyelesaikan konflik tersebut?

Menurut penulis belum maksimalnya pemanfaatan kearifan lokal dalam penyelesaian konflik menyebabkan begitu banyak konflik yang menggantung dalam masyarakat. Penulis yakin dengan sebuah ungkapan filosofi klasik Adonara, “Taan medo di toiro, mela di toiro” ( adanya konflik dan penyelesaian konflik ada dalam diri kita).

Filosofi ini mau menggambarkan kepada orang Adonara bahwa adanya konflik, pasti ada cara penyelesaiannya atau dengan ungkapan sederhana, kembalikan permasalahan konflik kepada kearifan lokal untuk menyelesaikannya.

Pengkajian ini bukan hanya memberikan sebuah judul layak atau tidaknya Adonara menjadi kabupaten, tetapi bagaimana mengapresiasikan kekurangan atau ketidakmampuan pemerintah Kabupaten Flores Timur sebagai pengemban misi pelayanan kepada masyarakat selama ini berdasarkan telaahan akademis.

Penulis yakin bahwa hasil kajian pasti menarik sehingga dapat memberikan sebuah benang merah bagaimana jika Flores Timur dimekarkan? Apa yang harus dikerjakan untuk mempersiapkan pemekaran tersebut? Atau sebaliknya jika tidak dimekarkan, apa yang harus dikerjakan atau dipersiapkan agar pelayanan dapat terjangkau oleh masyarakat Adonara?

Sebuah apresiasi masyarakat Adonara Barat terhadap pengkajian tersebut menghasilkan berita pada sebuah koran lokal Flores Pos dengan judul, “Adonara Barat Tolak Kabupaten Adonara” dan “Otonomi Adonara Butuh 15 Tahun Lagi” (FP, 16/4 dan 17/4, 2008).

Kedua berita tersebut, jika disimak secara cermat lebih menggambarkan kekhawatiran masyarakat Adonara Barat yang tetap tertinggal jika adanya sebuah kabupaten Adonara. Karena itu masyarakat Adonara Barat membutuhkan waktu 15 tahun lagi untuk menggapai kabupaten Adonara.

Dari berita tersebut dapat disimpulkan penulis bahwa masyarakat Adonara Barat memberikan sebuah kritikan yang konstruktif kepada pemerintah Kabupaten Flores Timur atas ketidakpuasan mereka dalam mendapatkan pelayanan selama ini (menjadi bagian dari Kabupaten Flotim).

Selain itu bidikan kritikan juga ditujukan pada para pengurus Forum Persiapan Adonara Kabupaten (F-PARK) agar lebih memaksimalkan perannya (sosialisasi) dalam mempersiapkan Adonara menuju otonom. Harus diakui dengan jiwa besar bahwa sosialisasilah yang belum maksimal (F-PARK) sehingga masyarakat Adonara Barat begitu khawatir dengan trauma Flores Timur dapat terulang kembali.

Di mata penulis, kekhawatiran ini, karena masyarakat Adoanara Barat memandang bahwa kemiskinan dan keterisolasian sebenarnya tidak harus dialami mereka (masyarakat Adonara Barat). Keberadaan lingkungan dan Sumber Daya Alam yang begitu menjanjikan dibaratkan bagaikan tikus yang kelaparan dalam lumbung yang penuh berisi beras. Letaknya di depan hidung kota Larantuka, tetapi dirasakan seperti begitu jauh dari pandangan mata.

Siapa pun pemimpinnya saat ini dimata mereka, jiwa gelakat kepada Lewotana (pengabdian kepada kampong halaman) telah begitu luntur. Akibat nilai histrorical dan culture yang telah diredusir menjadi sebuah pemenuhan kebutuhan hedonism dan ersazt capitalism (kapitalis semu) demi kepentingan politik.

Adonara layak jadi Kabupaten

Menurut tim pengkaji yang diwakili oleh Cornelis Lay, “bahwa kalau untuk sekedar memenuhi syarat-syarat formal sebagaimana yang digariskan dalam aturan kenegaraan yang ada saat ini, Adonara sudah layak menjadi kabupaten” (FP, 17/4, 2008).

Simpulan sederhana dari pernyataan tim pengkaji tersebut adalah Adonara telah layak berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 ayat 1 - 5 dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, Pasal 2 sampai 17.

Karena itu perlu adanya kemaun baik dari berbagai elemen masyarakat Adonara untuk menyikapinya dengan persiapan dan sambil mencari benang merah tiga pokok permasalahan di atas sehingga permasalahan pembangunan ke depan dapat menitikberatkan pada tiga aspek permasalahan tersebut. Kemiskinan, keterisolasian dan konflik dapat diminimalisir dari realitas kehidupan masyarakat Adonara ke depan.

Lewotana Adonara telah berusaha dengan caranya tersendiri untuk menunjukkan kehebatannya dimata tim pengkaji. Mengapa kita menegasikan dengan intrik-intrik politik dibalik itu? Siapa yang menghalanginya akan menuai apa yang ditaburkannya.

Karena Masyarakat Adonara begitu meyakini kekuatan Lewotanannya. Lewotana Adonara mete nolo kae, nengga tite dore hala? (Adonara telah jalan mendahului kita, mengapa kita tinggal diam) “Koda Sare Naan Tite Dike Sare, Koda Te Pe Ure Dopi Hulen Doan. (bahasa yang baik membuat kita baik, bahasa pemecah harus dihilangkan jauh-jauh). Mari sambut Adonara kabupaten.

Penulis;
Pernah mengajar pada FISIP Unika Widya Mandira Kupang.
Sekarang bekerja pada Bagian Organisasi Setda Kabupaten Lembata
Sekretaris Ikatan Keluarga Adonara (IKA) Lembata

Pemutakhiran Terakhir ( Monday, 23 June 2008 16:15 )

Ile Boleng

oleh PeTeeR Ln | Wisata Alam

Ile (Gunung) BolengGunung Boleng atau dalam bahasa Adonara disebut Ile Boleng (Ile=Gunung) merupakan satu-satunya gunung berapi yang ada di pulau Adonara. Daerah Ile Boleng merupakan lokasi yang berpotensi untuk industri pariwisata, karena Ile Boleng ini selain alam pegunungannnya yang indah dengan lekukan-lekukan punggungan lava yang hijau juga kaki gunung sebelah timur dan selatannya langsung berbatasan dengan pantai Laut Sawu. Juga terdapatnya kawah di puncak Ile Boleng yang sangat baik untuk dijadikan sarana geowisata. Lokasi wisata yang sudah berkembang adalah pesisir pantai yang terdapat di kaki Ile Boleng sebelah timur yaitu di daerah Riangderi. Wisata pendakian gunung (hiking) dapat dilakukan dari Kampung Lamahelan Bawah melalui Kampung Lamabayung, atau bisa dilakukan melalui Kampung Dua.
Untuk melakukan pendakian menuju puncak Ile Boleng dapat ditempuh dari beberapa arah, yaitu :

  1. Dari arah selatan Ile Boleng, yaitu dari Kp. Lamahelan Bawah (elevasi 100 m dml) menuju Kp. Lamahelan Atas (elevasi 300 m dml) dengan berjalan kaki sekitar 1 jam perjalanan. Dilanjutkan dari Kp.Lamahelan Atas menuju puncak bagian selatan selama 6 jam perjalanan. Lintasan ini walaupun relatif pendek tetapi kemiringan lerengnya cukup tajam (sekitar 45o - 60o ).
  2. Dari arah utara-timurlaut yaitu dari Kp. Dua. Lintasan ini tidak terlalu berat, kemiringan lerengnya sekitar 40o - 45o, kecuali pada daerah hampir mencapai puncak kemiringan lereng berkisar 60o - 65o dengan kondisi lereng sangat licin (karena ditutup endapan jatuhan piroklastik muda yang tidak padu). Lama perjalanan dari Kp. Dua menuju puncak sekitar 5 jam.
  3. Dari arah timur, yaitu dari Kp. Lamabayung. Lintasan melalui Kp. Lamabayung ini dapat dicapai dengan lama perjalanan sekitar 6 jam.

Untuk mencapai Gunung Boleng (Lokasi Awal Pendakian), dari Larantuka dengan menumpang kapal motor yang melayani rute Larantuka - Waiwerang. Setelah tiba di Waiwerang, wisatawan dapat menentukan terlebih dahulu lokasi awal pendakian yang akan dituju. Setelah itu tinggal menumpang angkutan umum yang melayani rute sesuai lokasi pendakian awal atau menumpang ojek yang bersedia mengantarkan sampai tujuan.

Hedung : Tari Perang Adonara

oleh PeTeeR Ln | Wisata Budaya

Hedung : Tari Perang AdonaraTarian Hedung merupakan salah satu dari sekian banyak tarian yang ada dalam kultur masyarakat Adonara. Tarian ini merupakan tari perang yang dulunya dibawakan untuk menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Tarian in melambangkan nilai-nilai kepahlawanan dan semangat berjuang tanpa kenal menyerah.
Di masa kini, tarian hedung dibawakan dalam acara penyambutan tamu yang datang ke Adonara. Selain itu juga biasa ditampilkan dalam event-event budaya atau dalam acara2 tertentu misalnya acara pernikahan, pembukaan turnamen dan lain-lain. Anggota Keluarga Mahasiswa Adonara Yogyakarta sering membawakan tarian ini dalam beberapa acara antara lain Pentas Budaya yang diadakan oleh Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Aceh, acara resepsi pernikahan adik dari Kia AFI dan pembukaan turnamen sepakbola Adonara Cup serta turnamen voli putri KMAY Cup.

Dalam tarian ini, para penari yang terdiri dari kaum pria dan juga beberapa kaum wanita menggunakan berbagai perlengkapan yang biasanya digunakan oleh para pahlawan untuk berperang. Perlengkapan-perlengkapan tersebut yaitu :

1. Parang Adonara (Kenube Witi Taran)
2. Tombak (Gala)
3. Perisai (Dopi)
4. Ikat kepala dari daun kelapa (Knobo)
5. Gemerincing yang diikat di kaki(Bolo)
6. Kain Sarung (Kewatek untuk penari wanita / Nowin untuk penari pria)

Wisatawan yang datang ke sebuah desa di Adonara biasanya akan disambut dengan tarian ini. Gerakan dalam tarian ini mirip dengan orang yang sedang berperang. Mereka akan “berperang” satu sama lain dengan mengayunkan parang atau membuat ancang-ancang untuk melemparkan tombak. Para penari pria akan berpasang-pasangan dan memperagakan duel dalam peperangan.
Setiap desa di Adonara mengenal tarian ini, sehingga tidak perlu datang ke desa tertentu untuk menyaksikan para ksatria Adonara “bertarung” di medan pertempuran.